Kartu anggota PNI

“Ibu minta dibuatkan kartu anggota PNI Nik (panggilan ibu saya)”, kata bulik Tu, adik ibu saya. Ibu mulai bercerita pada saya suatu hari. Cerita tentang bagaimana kepanikan dan ketakutan Eyang Putri, di Kediri, melihat pembantaian orang-orang yang dituduh anggota PKI, tanpa proses pengadilan. Beberapa orang-orang yang diciduk dan kemudian dibunuh atau hilang ialah teman-teman guru Eyang Putri. Diciduk didepan matanya, pada saat mengajar, kemudian sampai sekarang tidak pernah kembali lagi. Eyang Putri ketakutan. Setelah 30 September 1965, menjadi anggota atau simpatisan PKI adalah “kesalahan” besar. Tanpa perlu pengadilan, massa bisa menciduk atau membunuh orang hanya karena satu kata tersebut “PKI”. Pemuda ANSOR, kata Eyang Putri berkeliling mencari orang yang dianggap PKI. Dalam suasana mencekam tersebut, Eyang mempunyai ide untuk mendapatkan kartu anggota PNI, meskipun Eyang Putri bukan anggota salah satu partai. Karena dengan menjadi anggota PNI akan aman dari tuduhan anggota PKI. Hanya saja ketika kartu tersebut belum jadi, Eyang Putri bilang tidak jadi minta kartu anggota PNI tersebut. Karena sekarang anggota PNI pun dikejar-kejar. Tidak lama ada isu bahwa PKI didukung oleh angkatan laut / KKO, kata ibu. Hingga banyak keluarga anggota KKO dibunuhin, termasuk teman dari Eyang putri. Salah satu organisasi yang rajin mengejar-ngejar para “anggota PKI” tersebut adalah ANSOR dari Tebuireng. Kejadian pembantaian ini berlangsung hingga beberapa anggota KKO mudik ke Kediri, kemudian kata ibu. Terjadilah pemburuan dan pembantaian kembali, hanya kali ini para anggota KKO yang keluarganya dibunuh oleh massa, melakukan balas dendam ke pemuda ANSOR. Angkatan darat yang nyebarin isu-isu itu kata ibu kemudian. Kediri berdarah-darah. Cerita sejarah dari ibu yang mungkin sudah tercampur dengan lupa, Wallahualam.

English version Grandma asked for a PNI membership card, Nik (my mother nickname), said bulik Tu, my mother’s sister. Mother began to tell one day. The story of how panic and fear Grandma in Kediri saw massacres of people who are considered members of the PKI. Some people who are arrested and then killed or missing are my Grandmother colleague. Arrested in front of her eyes, at the time of teaching, and until now has never come back again. Grandmother feared growing. After 30 September 1965, being members or sympathizers of the PKI is a big “mistake”. Without the need for a court, the masses can be scooped up or kill people just because of the word of “PKI member”. ANSOR, Grandma said, looking around  for people who are considered PKI. In such tense atmosphere, the idea arose to get a membership card PNI, although Grandma is not a member of any party. It’s just that when the card is not yet finished, Grandma said no need to get the PNI membership card. Because, now a member of the PNI was being chased as well. Soon there was talk that PKI supported by navy / marine, said my mother. Until many navy / marines family members in Kediri were slaughter, including my mother’s friend. One organization that is diligently pursuing the “members of the PKI” is ANSOR of Tebuireng. The massacre lasted until the marines member going home to Kediri, hunting and slaughter ensued again, only this time the marines whose family members were killed by a mob, to revenge to ANSOR. The army was behind this, said my mother later. Kediri were bleeding. Historical story from my mother who may have been mixed with her other memories. God knows. PNI= Indonesia Nationalist Party PKI= Indonesia Communist Party bulik= younger sister from mother or father Jakarta, 20 Mei 2014 Kumpulan tulisan dari cerita ibu ke gua yang takut gua lupa, catet dan upload. tags: pki, kediri, tebuireng, ansor, kko

Leave a comment